Pertemuan APP Minggu ke-2, "Meninggalkan Sikap Acuh Tak Acuh Terhadap Sesama"

PERTEMUAN II 
MENINGGALKAN SIKAP ACUH TAK ACUH TERHADAP SESAMA 


PEMBUKA 

Lagu Pembuka 
Tanda Salib dan salam 
P. : Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus 
U. : Amin 
P. : Rahmat Tuhan Kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus, bersamamu 
U. : Dan bersama rohmu. 

Pengantar 

Bapak-ibu, saudari-saudara yang terkasih, 

Dalam ensiklik Deus Caritas est art. 18, Paus Benediktus XVI menulis demikian: "Jika hidup saya sepenuhnya tidak mampu memperhatikan sesama, hanya secara eksklusif ingin menjadi 'saleh' dan hanya mau menjalani 'kewajiban-kewajiban religius' belaka, maka relasi saya dengan Allah akan kering dan layu. Itu memang balk, tapi tanpa kasih. Hanya dalam kesediaan untuk menjalin relasi dengan sesama dan menampakkan kasih kepada mereka kita akan semakin peka akan Allah. Hanya jika saya melayani sesama mata ssaya dapat terbuka akan apa yang Allah kerjakan dalam diri soya dan mengenali betapa Dia begitu mencintai saya" Dengan kutipan ini, Paus Benediktus ingin mengajak kita semua untuk melihat konteks hidup masyarakat kita saat ini yang cenderung makin individualis, makin kurang peduli terhadap orang lain serta hidup beragama yang sekedar memenuhi kewajiban-kewajiban religius. Dalam kondisi demikian, tidak jarang kita temui orang-orang yang apatis, tidak peduli terhadap keberadaan ora'ng lain di sekitarnya, dan bahkan tatkala melihat persoalan-persoalan sosial yang mengusik rasa kemanusiaan, orang tetap tenang, tidakterusik dan terus asyik dengan diri sendiri dan kesenangan pribadi.

Sikap saling mau peduli, tepa selira, mau membantu satu sama lain semakin jarang ditemui, bahkan mungkin semakin menggejala menjadi globalisasi ketidakpedulian terhadap sesama. 

Dalam pertemuan kedua ini, kita ingin merenungkan tentang panggilan kita sebagai pengikut Kristus: menemukan wajah Allah dalam diri sesama, terutama mereka yang membutuhkan perhatian. Sebab, "Barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya" (bdk. 1 Yoh 4: 20). Yesus senantiasa tergerak oleh belaskasihan ketika melihat penderitaan dan kesusahan orang lain. la tidak tinggal diam, senantiasa mau berbuat sesuatu untuk mereka. Menjadi murid-murid Kristus tidak bisa menjadi orang yang tidak peduli, tidak tergerak oleh belaskasih. Menjadi murid Kristus mau tidak mau membawa serta kegelisahan untuk tergerak peduli akan kesulitan dan penderitaan sesama. 

Bapak-ibu, saudari-saudara yang terkasih, Marilah kita awali pertemuan ini dengan menyadari dan menyesali dosa-dosa dan kerapuhan kita di hadapan Tuhan dan sesama, terutama kerapuhan yang sering membutakan hati kita untuk peduli pada sesama. 

Doa Tobat (bersama-sama) 
P+ U Saya mengaku.......  
P : Semoga Allah yang mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa-dosa kita, dan mengantar kita ke hidup yang kekal. 
U : Amin. 

Doa Pembuka 
P. Marilah berdoa, (hening sejenak
Allah, Bapa kami, ajarilah kami peduli, agar hati kami tidak tertutup dan buta akan penderitaan serta kesusahan sesama. Buatlah hati kami menjadi seperti hati Yesus, Putra-Mu, yang senantiasa tergerak oleh belas kasih terhadap mereka yang butuh perhatian.
Semoga hati PutraMu senantiasa mengingatkan kami untuk tidak hanya mencari kesenangan bagi diri sendiri dan mengobarkan kami untuk memiliki kasih sejati. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan pengantara kami, yang bersama Dikau dan Roh Kudus, berkuasa, Allah, kini dan sepanjang segala masa. 
U. : Amin 

Lectio Divina 

Sebagai pengantar sebelum merhbaca teks kitab suci, pemandu dapat memberikan panduan sebagai berikut: 
  1. Bacalah teks Kitab Suci berikut dengan penuh perhatian, rasa hormat, dan perlahan-lahan. 
  2. Bacalah teks beberapa kali dan konsentrasi pada sebuah kata atau sebuah kalimat yang secara pribadi menyentuh hati anda dan membawa anda untuk menjadi lebih peka akan kebutuhan sesama. 


(Lukas 10: 25-3) 

Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"Jawab Yesus kepadanya: 'Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kato Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; is jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.

Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh betas kasihan. la pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan duo dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ketangan penyamun itu?"Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan betas kasihan kepadanya." Kota Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" 

Renungan 
Butir-butir permenungan: 
  • Bagi orang kristiani, hukum yang paling utama adalah cinta kasih. Perumpamaan tentang orang Samaria yang balk hati di atas mengajak kita untuk berani menggetarkan hati dan budi kita untuk berbelarasa dengan sesama kita yang menderita di tengah godaan untuk acuh-tak acuh pada situasi yang menuntut rasa kemanusiaan kita. Perumpamaan ini juga digunakan oleh Yesus sebagai kritik sosial atas kecenderungan masyarakat yang bersikap acuh tak acuh terhadap orang-orang yang menderita. Belarasa tidak cukup hanya dengan mengerti, merasa, atau hanya dengan berbicara tentang kebaikan. Status sosial terhormat di tengah masyarakat juga bukanlah jaminan untuk menjadi pribadi yang berbelarasa. Belarasa senantiasa menggelisahkan siapa pun juga manusia untuk mulai bergeliat, bergerak, dan berbuat yang menjadikan dirinya dan orang lain manusia yang pantas untuk dikasihi.

  • Saat ini, disadari atau tidak, banyak orang dijangkiti oleh penyakit ketidakpedulian dalam hidup kesehariannya. Bahkan, penyakit ketidakpedulian ini•juga sudah merambah sampai di tengah keluarga-keluarga kita. Ada banyak orangtua tidak peduli lagi kepada kebutuhan dan kesulitan anak-anaknya, dan membuat mereka kita kurang terurus sebagai generasi penerus. Begitu pula ada banyak anak yang masa bodoh dengan perjuangan dan jerih lelah orangtua mereka. Selain itu, banyak juga orangtua, atau kakek-nenek yang sakit menanti ajal, atau anggota keluarga yang cacat, atau yang menderita begitu lama, ditempatkan di pojok rumah kita, bahkan dikarantina di ruang yang sempit, gelap, dan tersudut. Masih juga sering kita jumpai orang-orang dengan gangguan mental atau dicap gila dipasung tidak layaknya sebagai seorang manusia. Perlakuan demikian tentu memberatkan penderitaan batin mereka dan kita menutup mata terhadap penderitaan mereka. 

  • Dalam pesan prapaskah 2015 yang lalu, Paus Fransiskus mengatakan,"Sungguh, budaya kenyamanan itu telah membawa kita kepada globalisasi ketidakpedulian. Kita telah jatuh dalam ketidakpedulian global. Kita terbiasa untuk tidak peduli pada penderitaan orang lain. Derita itu tidak menimpa aku, bukan urusanku. Lebih lanjut Paus Fransiskus mengatakan, Kita adalah masyarakat yang telah lupa bagaimana harus menangis, bagaimana berbela rasa, menderita bersama orang lain. Globalisasi ketidakpedulian telah mencabut kita dari kemampuan untuk menangis. 

  • Dunia mengharapkan orang-orang yang memiliki kepekaan untuk berbelarasa dengan sesama; orang-orang yang memiliki ketajaman nurani untuk selalu memiliki hat bagi yang lain, sebab kita bukanlah manusia yang lupa bagaimana harus menangis dengan orang yang sedang menangis.
Pertanyaan Renungan/Sharing 

  • Sikap tidak peduli, tidak merasakan belaskasihan atas kesulitan sesama, mengapa itu mudah berkembang, apa yang salah dalam dunia kehidupan sekarang? Bagaimana kita menanamkan sikap peduli, agar selalu memiliki hati yang tergerak oleh belaskasih seperti Tuhan Yesus sendiri? 
  • Bagaimana kita dapat mewujudkan diri sebagai Gereja yang peduli dan berbelarasa? 

Actio pribadi: Membuat daftar orang-orang yang membutuhkan perhatianku 
(Pemandu mengajak peserta untuk membuat daftar inventaris orang-orang di sekitar yang membutuhkan perhatian dan belarasa) 


No
Nama
Alamat
Perkiraan Persoalan yang dihadapi


























Doa Umat Spontan 
Bapa Kami 
Doa Penutup 

P. : Ya Bapa, kami bersyukur kepada-Mu, karena Engkau memberikan Yesus Kristus kepada kami, agar kami selalu mau belajar dari Dia, meneladan dan mengikuti-Nya. Engkau telah menyatakan kepedulian-Mu kepada kami, maka jangan biarkan kami menjadi tidak peduli kepada sesama kami, berilah kami hati Putra-Mu, hati yang mau berbagi, yang tergerak oleh belaskasihan, agar kami semakin mau mengasihi siapa saja, terlebih mereka yang membutuhkan dan menderita. Semua ini kami mohonkan kepada-Mu, dengan perantaraan Kristus, yang hidup yang berkuasa kini dan sepanjang segala masa. 
U. : Amin


PENUTUP 
Pengumuman 
Berkat 
P. : Tuhan bersamamu 
U. : Dan bersama rohmu 
P. : Semoga Allah yang Mahakuasa senantiasa memberkati kita, Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. (masing-masing membuat tanda salib) 

Lagu Penutup

Posting Komentar

0 Komentar