Kelompok kedua ini disebut
Kitab Nabi-nabi. Untuk bisa melihat kaitan kitab nabi-nabi ini dengan bagian
sebelumnya, kita bisa berangkat dari makna kata “nabi” itu sendiri. Kata
Indonesia “nabi” sebenarnya bukanlah kata asli Indonesia tetapi berasal dari
bahasa Arab yang serumpun dengan bahasa Ibrani. Makna kata Ibrani “nabi” banyak
didiskusikan, tetapi secara umum seorang nabi adalah seorang yang diutus Allah
untuk menyampaikan firman-Nya kepada orang lain atau umat pilihan-Nya. Meskipun
demikian, seorang nabi tetap mempunyai kebebasan dalam menafsirkan dan
merumuskan pesan yang mau ia sampaikan. Dengan kata lain, seorang nabi bukan
hanya corong atau pengeras suara saja yang hanya mengatakan ulang apa yang ia
terima dari Allah.
Lalu untuk apa seorang nabi diutus? Tentu para nabi tidak diutus hanya untuk say hello saja. Allah punya maksud tertentu. Berdasarkan tradisi alkitabiah bisa dikatakan bahwa tugas seorang nabi adalah menjaga dan memastikan agar bangsa Israel yang berjalan melintasi zaman tetap hidup sesuai dengan Hukum Taurat. Pesan yang diberikan kepada Yosua mungkin memberi gambaran, “Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke mana pun engkau pergi” (Yos 1,7). Berhasil tidaknya Israel, berkat atau kutuk yang diterima Israel tergantung sepenuhnya pada pelaksanaan Hukum Taurat. Jika taat pada Hukum, berkat diperoleh; sebaliknya jika tidak taat, kutuk sudah menanti. Dalam situasi seperti ini, Allah masih mengutus para nabi untuk mendampingi Israel: menegur apabila mereka menyeleweng dan menghibur manakala mereka berada dalam kesulitan.
Karena fungsi atau tugas nabi adalah menyapa bangsa Israel pada periode tertentu, maka jelas bahwa untuk bisa memahami maka para nabi mesti diletakkan pada konteks sejarahnya. Sebenarnya hal ini tidak terlalu sulit karena kalau kita membaca kitab para nabi, dengan cukup mudah kita ketahui di mana atau dalam situasi apa seorang nabi berkarya. Oleh karena itu, pentinglah membaca teksnya dengan teliti.
Secara umum, para nabi Israel berkarya antara abad 8 sampai abad 4 sM. Yang dimaksud di sini adalah para nabi yang tulisan-tulisannya sekarang menjadi bagian dari kitab nabi-nabi. Tidak termasuk di sini para nabi yang kisahnya terdapat, misalnya dalam kitab 1-2Samuel dan 1-2Raja-raja (misalnya, nabi Gat, nabi Natan, nabi Elia, nabi Elisa, dsb.) tetapi tidak meninggalkan tulisan atas namanya. Mereka berkarya sejajar dengan raja-raja Israel dan Yehuda, walaupun memang tidak semua. Boleh dikatakan bahwa pewartaan para nabi merupakan detil atau close up dari beberapa raja Israel dan Yehuda.
Secara garis besar, tulisan-tulisan para nabi itu bisa dibagi menjadi tiga kelompok periode:
1.
Periode sebelum
Pembuangan
2.
Periode Pembuangan
3.
Periode sesudah
Pembuangan
Kita lihat satu per satu
secara singkat.
1. Periode
sebelum Pembuangan
Bagian ini bisa dibagi
lagi menjadi 2 kelompok: yaitu para nabi yang berkarya pada abad 8 dan mereka
yang berkarya menjelang pembuangan (650-600 sM). Kelompok pertama adalah nabi
Amos, Mikha, Hosea dan Yesaya (Yes 1-39 atau Proto-Yesaya). Kalau kita membaca
kitab Amos – Hosea – Mikha, cukup jelas bahwa mereka berhadapan dengan
penyelewengan bangsa Israel. Amos
dan Mikha mengecam habis-habisan
bangsa Israel karena memperkosa keadialan sosial. Hidup keagamaan berjalan
dengan amat baik, tetapi tidak dibarengi dengan sikap sosial yang memadai. Nabi Hosea mengritik bangsa Israel yang
“berzinah” dengan allah-allah lain. Sementara nabi Yesaya menasehati Raja Ahab agar tidak tergoda meminta
pertolongan dari kerajaan Asyur ketika dikepung oleh Israel dan Damsyik dalam
kasus perang Syro-Efraim (lihat Yes 7).
Posisi Israel yang strategis seperti itu memang membuatnya menjadi rebutan kekuatan negara superpower seperti Mesir dan Mesopotamia. Tidak jarang mereka berebut pengaruh di Israel. Akibatnya, Israel pun terombang-ambing; atau berpihak pada Mesir atau pada Mesopotamia. Pada periode menjelang pembuangan berturut-turut muncul beberapa nabi yang mewartakan kehendak Allah kepada Israel. Bisa disebut antara lain, nabi Zefanya, Nahum, dan Habakuk. Masing-masing mewartakan pesan singkat tentang tema atau pokok tertentu. Karena singkatnya pesan, maka mereka biasa disebut juga nabi-nabi kecil. Di antara nabi-nabi besar, yang patut disebut di sini adalah Nabi Yeremia merupakan salah satu nabi yang pada waktu itu pewartaannya dianggap aneh: Israel disuruh menyerah dan menerima “kuk” Babel (Yer 27). Yeremia bahkan mengirim surat kepada orang buangan supaya menjalani bahkan menikmati hidup yang biasa saja di tanah asing. Tidak usah tegang dan memberontak. Pewartaan ini dianggap sebagai tidak nasionalis, tetapi kemudian terbukti benar.
Nabi Yehezkiel termasuk nabi yang juga diangkut ke
pembuangan. Menjelang jatuhnya Yerusalem dan Bait Suci, nabi Yehezkiel mendapat
penglihatan bahwa kemuliaan TUHAN meninggalkan Bait Suci (Yeh 10). Hal ini
menggambarkan bahwa ketika Bait Suci dihancurkan Babel, YHWH sudah tidak ada di
dalamnya. YHWH justru berangkat mengikuti umatnya ke pem buangan (bdk. Yeh
43,2). Nabi Yehezkiel juga menubuatkan pemulihan Bait Allah yang dihancurkan
Babel. Dalam Yeh 40-48 dinubuatkan akan hadirnya zaman baru yang diwujudkan
dalam bentuk Bait Suci yang Baru.
2. Periode
Pembuangan
Akhirnya malapetaka tidak terhindarkan. Pada tahun 587 Kerajaan Yehuda
dihancurkan oleh Babel. Penduduk dari kalangan atas dibuang ke Babel. Peristiwa
ini jelas menimbulkan krisis besar dalam diri orang Yehuda. Sebagai bangsa terpilih,
mereka tidak bisa membayangkan bahwa mereka akhirnya bisa hancur. Tanah
terjanji yang diperjuangkan dan selama ini dipertahankan – bahkan juga dengan
jaminan janji YHWH kepada Daud lewat Nabi Natan – ternyata sekarang lepas dari
tangan mereka. Mereka tidak bisa mengerti bahwa Yerusalem dengan Bait Sucinya
yang diyakini sebagai tempat tinggal YHWH ternyata bisa dihancurkan oleh musuh.
Banyak orang berpikir bahwa YHWH sudah memutuskan hubungan dengan mereka karena
pelanggaran mereka terhadap perjanjian yang mereka ikat bersama YHWH.
Pembuangan adalah kutuk perjanjian. Mereka menyesal, tetapi nasi sudah jadi
bubur. YHWH sudah memutuskan hubungan-Nya dengan bangsa Israel.
Beberapa saat kemudian di Yehuda orang menulis Kitab Ratapan untuk meratapi kehancuran Yerusalem dan Bait Suci
yang didirikan oleh Salomo. Kita tidak tahu persis bagaimana situasi orang yang
dibuang di Babilonia itu. Mzm 137 yang diawali dengan kalimat “Di tepi
sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat
Sion” mungkin bisa menggambarkan situasi di tanah pembuangan. Meskipun
demikian, dari sudut sosial ekonomi, situasinya tampaknya tidak terlalu parah.
Nabi Yeremia mengirim surat kepada orang buangan untuk menjalani hidup ini
dengan santai. Bahkan orang buangan itu dianjurkan untuk mengusahakan
“kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada
TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (Yer 29,8).
Dalam situasi pembuangan ini tampillah tiga nabi besar yang mendampingi
Bangsa Israel. Nabi Yeremia, nabi Yehezkiel dan seorang nabi anonim mewartakan
bahwa Pembuangan bukanlah akhir segala-galanya. Mereka memang dihukum, tetapi
hukuman ini bukan tanpa batas. Sang nabi
anonim, yang pewartaannya lalu disatukan dengan nabi Yesaya (Yes 40-55), dan
oleh karena itu biasa disebut “Deutero-Yesaya” menyerukan, “Hiburkanlah,
hiburkanlah... tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa
perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah
menerima hukuman dari tangan TUHAN dua kali lipat karena segala dosanya” (Yes
40,1-2).
Pengharapan bahwa mereka akan kembali ke Tanah Terjanji membuat mereka
mampu bertahan dan menjaga identitas mereka sebagai Bangsa Israel di
tengah-tengah bangsa-bangsa asing lainnya, di tanah asing. Karena Bait Suci
tidak ada, maka sebagai gantinya mereka berkumpul pada hari Sabat dan
menjalankan semacam ibadat sabda. Firman YHWH mulai berperanan di dalam jemaat.
Satu catatan tentang tulisan singkat yang
kemudian disebut nabi Obaja (hanya satu bab dengan 21 ayat). Tulisan ini
seringkali dikaitkan dengan seorang nabi yang mewartakan pesannya di Yehuda
pada tahun-tahun awal sesudah malapetakan tahun 586. Satu topik penting dari
kitab ini adalah kritik yang amat keras terhadap Edom, bangsa yang memanfaatkan
malapetaka di Yehuda untuk merebut sebagian daerah Yehuda di bagian selatan.
3. Periode
Sesudah Pembuangan
Akhirnya, seperti sudah
kita lihat dalam kitab 2Taw dan Ezra, Koresh, raja Persia yang baru naik tahta
menggulingkan Babilonia mengambil strategi yang berbeda dengan raja sebelumnya
dalam berhadapan dengan raja dan kerajaan kecil di sekitarnya. Kalau raja
sebelumnya, termasuk Babel, melumpuhkan raja-raja tersebut dengan membuang
kalangan atas dari para penduduknya, Koresh memilih untuk memberikan izin bagi
orang buangan untuk pulang ke negeri mereka masing-masing. Tampaknya Koresh
pilih memberikan kemerdekaan terbatas, kepada raja bawahannya tetapi tetap
berada di bawahnya.
Meskipun ada izin untuk pulang dan membangun kembali
tanah kelahiran mereka, tetapi tampaknya tidak banyak yang tertarik untuk
kembali. Untuk apa lagi? Toh hidup mereka sudah cukup mapan di Babel? Meskipun
demikian, beberapa kelompok mengambil kesempatan ini untuk kembali ke Tanah
Kanaan. Demikianlah, dipimpin oleh
Zerubabel, orang-orang buangan secara bertahap mulai kembali ke Tanah Terjanji.
Tetapi ternyata sesampainya mereka di tanah Kanaan, aneka macam masalah muncul.
Tanah dan rumah yang sudah diduduki oleh mereka yang tidak pernah dibuang,
konflik dalam pembangunan Bait Suci, kekecewaanyang timbul akibat kenyataan
yang jauh berbeda dari pewartaan yang dijanjikan, dsb merupakan problem yang
muncul dalam masyarakat Israel sesudah pembuangan.
Dalam situasi seperti ini muncul beberapa nabi, seperti
misalnya, Nabi Haggai dan Zakaria yang mendorong bangsa untuk
mulai membangun Bait Suci. Harus disebut juga seorang - tetapi mungkin lebih
dari beberapa orang – nabi anonim yang pesannya sekarang terdapat dalam Yes
56-66 atau biasa disebut dengan Trito
Yesaya. Tampaknya nabi(-nabi) ini bergulat dengan nubuat para nabi
terdahulu yang dirasa tidak kesampaian secara utuh. Kemudian ada juga tulisan nabi Yoel dan Yunus. Kitab nabi Maleakhi
menutup rangkaian kitab nabi-nabi ini. Cukup jelas bahwa kitab Maleakhi
memperlihatkan adanya kesulitan internal yang ada di dalam komunitas Yahudi
pada abad V serta juga peran penting dari masalah kultik dalam kehidupan
mereka.
Kitab
Maleakhi yang menutup bagian kitab Nabi-nabi ini mempunyai akhir yang menarik
(4,1-6). Diingatkan bahwa “hari TUHAN” akan datang (Mal 4,1.5). Sebelum hari itu datang, dikatakan bahwa “Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu
menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu. Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada
anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku
datang memukul bumi sehingga musnah” (Mal 4,5-6). Elia yang tidak pernah mati
tetapi diangkat ke surga (2Raj 2,1-18) akan datang lagi. Dengan demikian, kitab
nabi-nabi ditutup dengan sebuah pengharapan ke masa depan. Ending-nya adalah ending
yang terbuka. Apa pun yang dimaksud dengan “Hari TUHAN”, kedatangannya akan
didahului oleh kedatangan Nabi Elia. Siapa yang dimaksud? Menarik bahwa dalam nubuat kelahiran
Yohanes Pembaptis, dikatakan bahwa “Ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh
dan kuasa Elia untuk membuat hati para
bapak berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada
pikiran orang-orang benar” (Luk 1,17). Yesus dalam Injil Matius mengatakan,
“Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia”. Terhadap kata-kata Yesus
ini, penginjil memberi komentar, “Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus
bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis” (Mat 17,12-13). Orang Kristen
memandang Yohanes Pembaptis sebagai Elia yang akan datang mendahului “Hari
TUHAN”. Sementara orang Yahudi masih menantikan kedatangan Elia. Pada setiap
perayaan Paskah Yahudi sampai saat ini, tersedia 5 piala untuk perjamuan, satu
di antaranya disebut Piala Elia karena diperuntukkan bagi Elia yang dinantikan
kehadirannya untuk menyelesaikan sejarah ini.
3. KITAB-KITAB
HIKMAT ATAU SASTRA KEBIJAKSANAAN
Sampai saat ini kita
sudah melihat dua blok besar dari kitab-kitab Perjanjian Lama, yaitu
kitab-kitab sejarah dan kitab nabi-nabi. Tertinggal sekarang satu blok tulisan
yang isinya bermacam-macam jenis yaitu kitab-kitab hikmat atau kitab
kebijaksanaan. Seperti hukum selalu dikaitkan dengan Musa dan mazmur dengan
Daud, maka tulisan-tulisan kebijaksanaan dikaitkan dengan Salomo, karena dia
dianggap raja yang paling bijaksana. Tetapi apa itu kitab kebijaksanaan atau
hikmat?
Kita mulai dengan membahas Kitab Amsal, karena kitab ini yang paling mewakili sastra
kebijaksanaan. Dalam tulisan-tulisan yang kita
bahas sebelumnya, kita melihat bagaimana Allah ikut campur dalam sejarah
umat-Nya. Demikian juga dalam kitab nabi-nabi kita melihat Alla yang terlibat
melalui perantaraan para nabi yang diutus-Nya. Tidak demikian halnya dengan
kitab kebijaksanaan. Di dalam kitab hikmat, khususnya Amsal, Allah tidak
langsung terlibat dalam hidup manusia. Kitab Amsal merupakan refleksi atas
pengalaman hidup yang amat biasa, seperti persahabatan, kerja, rumah tangga,
uang, dsb. Peristiwa-peristiwa besar bagi Israel tidak pernah muncul dalam
kitab Amsal.
Melalui pengamatan yang lama, orang akhirnya bisa berkesimpulan bahwa
tindakan tertentu akan menghasilkan hasil tertentu juga. Sebagai contoh, air
jika dipanaskan sampai suhu tertentu akan mendidih. Dari situ orang bisa mengatakan bahwa air
mendidih pada suhu 100o Celsius. Demikian juga orang bisa mengatakan
“Rajin pangkal pandai” atau “Hemat pangkal kaya.” Dari sini orang lalu
mengajarkan, “Rajinlah belajar kalau ingin pandai” atau “Berhemat jika kamu
ingin kaya.” Ini menjadi petunjuk konkret bagaimana kaum muda bisa hidup lebih
baik dan belajar dari kesalahan terdahulu. Demikianlah, kitab Amsal merupakan
kumpulan ajaran atau kata-kata bijak agar hidup bisa lebih nyaman.
Tetapi kita tahu bahwa halnya tidak selalu berjalan
dengan lancar. Tidak selalu orang hemat menjadi kaya, orang rajin menjadi
pinter. Tidak selalu orang saleh mendapatkan berkat. Kitab Ayub menunjukkan secara panjang lebar bahwa ada orang benar
tetapi menderita atau mendapat kutuk. Ini bertentangan dengan pengajaran kitab
Amsal. Orang benar yang menderita menjadi skandal atau persoalan besar dalam
hidup keagamaan. Untuk apa bermoral kalau ternyata tidak menghasilkan apa-apa
bahkan menerima penderitaan? Kitab Ayub belum bisa memberikan jawaban yang
memuaskan. Hanya dikatakan bahwa Allah terlalu besar untuk bisa dipahami manusia. Kitab
Pengkhotbah juga menghadapi persoalan yang sama. “Dalam hidupku yang
sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam
kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya” (Pkh 7,15).
Kitab Pengkhotbah hanya bisa memberikan solusi praktis pragmatis, “Lihatlah,
yang kuanggap baik dan tepat ialah, kalau orang makan minum dan
bersenang-senang dalam segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah
matahari selama hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah kepadanya, sebab
itulah bahagiannya” (Pkh 5,17).
Sampai akhir periode Perjanjian Lama, tidak ada jawaban memuaskan
sehubungan dengan persoalan ini. Hidup sesudah mati yang mestinya bisa menjadi
jawaban baru muncul sekitar abad 2 sM. Nanti, tulisan deuterokanonika, yaitu
Kitab Putra Sirakh dan Kitab Kebijaksanaan Salomo berusaha juga menanggapi soal
ini.
Sekarang kita melihat Kitab Mazmur.
Apa yang dimaksud dengan Kitab Mazmur? Pada dasarnya, mazmur adalah sebuah doa
yang dinyanyikan. Pengalaman manusia sebenarnya hanya ada dua: pengalaman
menggembirakan dan menyedihkan. Reaksinya pun berbeda. Ketika seorang Israel
mengalami hal yang menggembirakan, maka ia bersyukur kepada Allah; sebaliknya,
ketika ia mengalami hal yang menyedihkan, reaksinya adalah mengeluh kepada Dia.
Dengan demikian, kita mempunyai mazmur keluhan dan mazmur syukur. Keistimewaan
sebuah mazmur adalah bahwa doa itu kemudian dinyanyikan. Di dalam ibadat,
mazmur ini dinyanyikan sebagai tanggapan atas bacaan dari Kitab Taurat. Oleh
karena itu kalau kita amati, mazmur dalam Alkitab kita dibagi menjadi 5 bagian
atau lima kitab (Mzm 1-41; 42-72; 73-89; 90-106; 107-150) sesuai dengan
Pentateukh atau lima Kitab Musa.
Kidung Agung tampaknya adalah sebuah madah kasih antara
dua anak manusia, pria dan wanita. Meskipun demikian, sepanjang sejarah kitab
Kidung Agung hampir selalu dianggap menggambarkan hubungan antara Allah –
Manusia, atau Kristus – Gereja, atau YHWH – umat Israel. Relasi antara Allah
dan manusia sebenarnya hanya bisa dilukiskan dengan analogi. Maka relasi kasih
suami istri atau seorang pria dan wanita merupakan gambaran yang dipakai untuk
melukiskan relasi Allah dan manusia. Dalam konteks ini, kita bisa memahami
mengapa Kristus disebut sebagai Mempelai Pria (Mrk 2,19 par).
Akhir Kata
DAFTAR
RAJA-RAJA ISRAEL dan YEHUDA
|
|||
YEHUDA
|
ISRAEL
|
||
Rehabeam
Abijah
(Abiam)
Asa
Josaphat
Joram
Ahazia
Atalya
Yoas
Amazia
Uzziah
(Azariah)
Yotam
Ahas
Hizkia
Manasye
Amon
Yosia
Yoahaz
Yoyakim
Yoyakhin
Invasi I Babilonia
Zedekia
Hancurnya Yerusalem
|
922-915
915-913
913-873
873-849
849-843
843-842
842-837
837-800
800-783
783-742
742-735
735-727/715
727/715-687
687-642
642-640
640-609
609
609-598
598-597
597
597-587
587
|
Yerobeam
Nadab
Baesa
Ela
Omri
Ahab
Ahazia
Yoram
Yehu
Yoahas
Yoas
Yerobeam
II
Zakharia
Salum
Menahem
Pekahya
Pekah
Hosea
Jatuhnya Kerajaan Utara 722
|
922-901
901-900
900-877
877-876
876-869
869-850
850-849
849-843
843-815
815-802
802-786
786-746
746-745
745
745-737
737-736
736-732
732-723
|
0 Komentar