Ia melangkah menyongsong kematian tanpa rasa takut. Ia merasa tenang lantaran telah menjalani hidup dengan sehormat-hormatnya: hidup yang dibaktikan demi kebaikan banyak orang; hidup yang setia menyuarakan kebenaran, sekalipun mesti dibayar dengan kematian...
Maka kini lihatlah dirimu. Betapa kematian masih begitu menakutkan untukmu! Betapa kau sesungguhnya menyadari, hidupmu belum cukup terhormat untuk tetiba diminta olehNya. Betapa kebaikan bagi sesama masih selalu kalah oleh nafsu mengagungkan diri; betapa suara nuranimu akan kebenaran masih tertimbun oleh sikap acuh tak acuh dan egomu. Jangankan kematian, menyuarakan kebenaran, mengingatkan, dengan resiko dibenci dan dijauhi pun sudah membuatmu meringkuk takut...
Semurah itukah kebenaran versimu? Tak heran, kau harus selalu menghimpun banyak orang untuk menyuarakan sesuatu. Supaya kau bisa bersembunyi. Supaya kau tak harus menderita sendirian...
Supaya kau, ironisnya, tidak bernasib seperti Dia yang tersalib.
0 Komentar