Live In Hari 1 – Lingkungan St Petrus Kanisius Mranggen

Sr. M. Emilia, SFS: 
"Umat Lingkungan Hendaknya lebih Dikuatkan setelah banyak mengenal Sejarah Santo Petrus Kanisius”

Kamis Kliwon 30 Juli 2015 ada suasana berbeda ketika umat Lingkungan Petrus Kanisius Mranggen menyelenggarakan ibadat rutinnya. Hari itu di rumah Ketua Lingkungan Petrus Kanisius, Bapak Philipus Giono ada dua sosok yang sangat asing bagi umat, namun cepat akrab.

Siapa gerangan dua wajah baru tersebut? Mereka adalah Suster Maria Emilia, SFS dan Frater Patrio dari wisma Angin Mamiri. Kedua biarawan/wati itu memang secara khusus hadir di tengan umat lingkungan guna melakukan sharing iman serta menggali dan mempersiapkan profil lingkungan.

Data lengkap tentang Lingkungan Mranggen memang belum berhasil terhimpun malam itu. Namun secara cepat – sebagaimana pencatat skor bola volley – Bapak Basuki spontan menghitung dengan model bitingan berapa banyak umat yang malam itu hadir.

Tercatat yang hadir malam itu: Ibu-ibu sebanyak 22 orang, Bapak-bapak ada 16 orang, OMK nol alias tidak ada yang hadir, PIR ada 3 anak dan PIA sebanyak 7 anak. Total sebanyak 48 warga Lingkungan hadir.

Untuk persiapan regenerasi umat, lumayanlah bisa di bilang, meski tidak ada OMKnya, namun ikut datang dibawa ortu masing-masing sebanyak 3 PIR dan 7 PIA. Calon-calon OMK masa depan sudah aktif dan mulai dipersiapkan sebagai penerus ortu mereka.

Ibadat malam hari itu diakhiri dengan sessi sharing yang dimoderatori Suster Maria Emilia, SFS. Suster Emilia cukup trampil dalam memimpin acara sharing ini. Ketika menanyakan data primer lingkungan, seperti misalnya berapa banyak umat yang ada saat ini, berapa banyak umat yang berusia anak berdasar pendidikannya memang tidak bisa cepat dijawab oleh Ketua Lingkungan maupun umat lainnya.

Untuk mempersingkat waktu, Bapak M Supandiyono usul, bagaimana kalau data primer ini diserahkan saja kepada pengurus untuk dihimpun lain waktu tapi secepatnya, supaya acara sharing dapat dilanjutkan guna memberikan masukan dan informasi kepada Suster dan Frater. Forum menyetujuinya.

Ketika umat memberikan informasinya, Ibu Menuk menceritrakan, paguyuban lingkungan di gereja ini, dulunya berujud Blok. Mranggen dinamai Blok Tengah Stasi Nandan. Ketika berubah menjadi lingkungan, dia ingat betul ketika itu akan menikah dengan Pak Suryono. Bu Menuk lah umat pertama yang menikah setelah menjadi Lingkungan.

Sementara itu Bapak FX Haryanto, mantan Ketua Lingkungan mengungkapkan bahwa Lingkungan Petrus Kanisius adalah satu-satunya lingkungan yang tiap minggu menyelenggarakan ibadat tanpa henti sejak belasan tahun lalu.

Romo Paroki bahkan heran apa saja yang dirembug, kok bisa seminggu sekali ada ibadat. Bapak Haryanto pernah menjawab:”Macam-macam Romo yang kami bahas. Tapi bukan ngrumpi lho Romo.”

Juga sebagai mantan Ketua Lingkungan, Bapak M Supandiyono merasakan bahwa umat Mranggen begitu peduli terhadap sesama umat.

Terbukti, baru beberapa hari menyewa rumah di Perumahan Mranggen, Pak Pandi – begitu sebutan akrabnya – didatangi Pak Prapto dan Pak Maryadi dan langsung “ditodong” untuk siap menjadi Ketua Blok atau Lingkungan. “Meskipun kaget, saya bersyukur. Orang baru kok langsung diberi kepercayaan. Saya mengatakan kepada Pak Mar dan Pak Prapto siap. Soal mampu atau tidak, saya serahkan kepada Tuhan Yesus.”

Sementara itu, Bapak AR Maryadi mengatakan, tiga kelompok umat Lingkungan Petrus Kanisius ternyata dapat menyatu, melebur dan sangat akrab. Di tempat lain barangkali belum tentu bisa menyatu.

Tiga kelompok yang dimaksud adalah: kelompok umat asli Desa Mranggen, kelompok umat yang bertempat tinggal di Perumahan Mranggen dan kelompok pendatang yang tinggal di luar perumahan.

“Saya merasakan sejak tahun 1982, umat tiga kelompok tempat tinggal ini benar-benar guyub. Bahkan ada satu lagi kelompok yang pasang surut keaktifannya, yakni kelompok asrama mahasiswa yang juga pernah sangat aktif. Tapi juga pernah menghilang total. Nggak apa-apa. Yang penting anak-anak muda luar Jawa itu merasa ada yang memperhatikan,”tambah Pak Mar.

Ketika peserta sharing mencari tahu siapa umat yang pertama kali dibaptis, ada yang berpendapat, Bapak Darsowiyadi. Tapi ada versi lain, yang pertama kali dibaptis adalah kelompok yang sekarang sudah berpredikar kasepuhan atau simbah-simbah. Yakni, Bu Rotowiyono, Bu Wiyonomulyo dan Bu Noto. Tentang kebenaran siapa umat cikal bakal Katolik di Mranggen, surat baptislah yang akan memutuskan. Bila memungkinkan, pengurus bisa melakukan validasi di sekretariat paroki.

Setelah ibadat dan sharing usai, dalam perbincangan dengan Reporter Warta Lingkungan Petrus Kanisius, Suster Emilia, SFS mengatakan sangat terkesan dengan umat Mranggen.

Suster merasakan komunikasi antar umat begitu hangat. Ini modal kuat untuk menjaga tetap suburnya paguyuban umat Katolik di sini. Hanya saja Suster mengingatkan, data primer hendaknya mulai ditata supaya perjalanan dalam paguyuban umat dapat terpantau dari tahun ke tahun.

Diingatkannya, pengurus perlu sering menyampaikan kepada umatnya tentang perjalanan hidup santo pelindungnya agar supaya umat di sini lebih termotivasi untuk tetap aktif dalam melakukan pewartaannya.

Kalau umat sudah lebih mendalami motto hidup Santo Petrus Kanisius maka tidak ada lagi alasan untuk tidak aktif. Motto hidup Santo Pelindung Lingkungan adalah: “Jika kamu punya terlalu banyak hal untuk dilakukan, dengan bantuan Tuhan engkau akan dapat waktu untuk melakukan semua hal itu”.

Di bawah ini sekilas tentang apa dan siapa Santo Petrus Kanisius yang disarikan dari berbagai sumber.

Santo Petrus Kanisius lahir di Belanda pada 8 Mei 1521. Beliau wafat pada 21 Desember 1597 di Swiss dalam usia 76 tahun.
Dan dikanonisasikan oleh Paus Pius XI pada 21 Mei 1925.

Santo Petrus Kanisius adalah seorang kudus dari ordo Serikat Yesus, yang juga dikenal sebagai pujangga gereja.
Motto hidup: Jika kamu punya terlalu banyak hal untuk dilakukan, dengan bantuan Tuhan engkau akan dapat waktu untuk melakukan semua hal itu.

Tentang pewartaan Injil, Santo Petrus Kanisius berpendapat: membela gereja di tanah sendiri sama penting dengan melebarkan gereja di tanah misi. Ia berpandangan jauh ke depan, sehingga ia menaruh minat besar pada penerbitan. Ia menyadari bahwa buku dan majalah sangat besar pengaruhnya. Maka ia memberikan dorongan kuat pada karya penerbitan. Dan di Indonesia, penerbit Kanisius sangat dikenal luas di masyarakat.

Di kenal sebagai Pujangga Gereja karena tulisannya yang banyak dan sangat bermutu. Karyanya yang terkenal adalah buku katekismus. Kaya katekismusnya bahkan sampai 200 edisi dan diterjemahkan ke 12 bahasa.

Semangat Kanisius dibawa di Indonesia dan namanya diabadikan pada sebuah penerbitan di Indonesia, yakni Penerbit Kanisius, dan berbagai lembaga pendidikan telah didirikannya. Seperti Kolese Kanisius Jakarta, Seminari Petrus Kanisius Mertoyudan, Magelang serta persekolahan dasar dan menengah yang banyak berdiri di Indonesia. Berkah Dalem. (AR Maryadi)

Posting Komentar

0 Komentar