BISA Mei 2016
Bersama V. Indra Sanjaya, pr
3. Sejarah
Kerajaan Israel
Dengan selesainya
Pentateukh, selesai pula satu tahap dari bangsa Israel. Tahap pembentukan
bangsa Israel selesai sudah. Bangsa sudah ada, undang-undang dasar untuk
mengatur hidup (= Hukum Taurat) sudah tersedia. YHWH sebagai raja Israel sudah
tinggal bersama-sama dengan mereka di tengah-tengah mereka. Tinggal satu hal
saja yang belum tersedia, yaitu tanah. Padahal tanah ini sudah dijanjikan
sekian ratus tahun yang lalu. Bahkan boleh dikatakan janji tanah inilah yang
menggerakkan seluruh kisah bangsa Israel. Tema tanah menjadi benang merah
seluruh kisah sejarah bangsa Israel.
Tanah Terjanji masih tinggal janji saja. Lalu kapan janji
ini terwujud? Kita lihat sekarang kelanjutan dari Pentateukh yaitu kitab Yosua. Kitab ini diawali
demikian, “Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati, berfirmanlah TUHAN kepada Yosua
bin Nun, abdi Musa itu” (Yos 1,1). Dengan demikian jelas bahwa Yosua kini
mengambil peranan Musa. Memang Yosua tidak menggantikan kedudukan Musa sebagai
Hamba Allah. Untuk ini Musa memang tidak tergantikan. Tetapi peranannya sebagai
pemimpin umat rasanya memang bisa digantikan oleh Yosua. Yosua sendiri memang
sudah sejak awal dipilih menjadi pengganti Musa (Bil 27,12-23). Kini kepada
Yosua, YHWH berfirman, “"Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah
sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju
negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu. Setiap
tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti
yang telah Kujanjikan kepada Musa” (1,2-3). Melalui Yosua, YHWH akan mewujudkan
janji-Nya memberikan Tanah Kanaan kepada bangsa Israel yang adalah keturunan
Abraham.
Galeri foto klik disini
Dengan
demikian, kita menemukan bahwa Kitab Yosua merupakan pemenuhan janji Tanah:
bangsa Israel memasuki Tanah Terjanji. Peperangan mewarnai masuknya Israel
masuk ke Kanaan. Ini tidak mengherankan karena dalam Kej 12,6b sudah dikatakan
bahwa tanah yang diberikan kepada Israel bukanlah tanah kosong: “Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu.”
Perebutan tanah itu praktis selesai pada 11,23a “Demikianlah Yosua merebut
seluruh negeri itu sesuai dengan segala yang difirmankan TUHAN kepada Musa.”
Setelah itu, Musa membagikan tanah tersebut kepada suku-suku bangsa Israel. Dan
dalam 19,51 dinyatakan “Demikianlah diselesaikan mereka pembagian negeri itu.”
Dengan kitab Yosua, tanah yang dijanjikan kepada Abraham kini menjadi milik
Bangsa Israel. Janji YHWH akhirnya kini terpenuhi.
Setelah kitab Yosua, muncullah Kitab Hakim-hakim. Perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan
“hakim” di sini tidak sama dengan kata yang sama dalam pengertian kita
sekarang. Seorang hakim (sopet) lebih
merupakan seorang pemimpin muncul untuk membereskan semua persoalan, terutama
mengakhiri penindasan yang dilaksanakan oleh orang asing. Meskipun demikian,
harus dimengerti bahwa penindasan ini merupakan perbuatan Tuhan yang
menyerahkan salah satu suku bangsa Israel ke tangan musuh karena mereka tidak
taat Firman YHWH. Dalam kisah masing-masing Hakim Mayor (yang dikisahkan secara
cukup panjang lebar) bisa dilihat satu pola tertentu:
-
Israel berdosa kepada
YHWH
-
YHWH murka dan
menyerahkan Israel kepada bangsa lain untuk periode tertentu
-
Israel berseru kepada
YHWH
-
YHWH memberikan penolong
yang disebut Hakim
Dalam kitab Hakim-hakim muncul enam hakim mayor (atau utama) dan enam hakim
minor (atau kecil) yang daftarnya adalah demikian:
Nama Hakim
|
Suku
|
Musuh
|
Lama menjadi Hakim
|
Otniel (3,7-11)
Ehud (3,12-30)
Samgar
(3,31)
Debora (4,1-5,31)
Gideon (6,1-8,32)
Tola
(10,1-2)
Yair
(10,3-5)
Yefta (10,6-12,7)
Ebzan
(12,8-10)
Elon
(12,11-12)
Abdon
(12,13-15)
Simson (13,1-16,31)
|
Yehuda
Benyamin
?
Efraim
Manasye
Isakhar
Gilead
Gilead
Yehuda
Zebulon
Efraim
Dan
|
Kusyan-Risyataim
Eglon raja Moab
Orang Filistin
Yabin & Sisera
Midian
-
-
Filistin & Bani Amon
-
-
-
Filistin
|
40
tahun
80
tahun
?
40
tahun
40
tahun
23 tahun
22 tahun
6 tahun
7 tahun
10 tahun
8 tahun
20
tahun
|
Kisah tentang para hakim sebenarnya selesai pada Hak 16. Hak 17-21
sebenarnya tidak lagi bercerita tentang para hakim, tetapi sesuatu yang lain. Hak 17-18 bercerita tentang Mikha dan
patung sembahannya dan Hak 19-21
berisi kisah orang Lewi dengan gundiknya. Yang menarik dalam 5 bab terakhir
kitab Hakim-hakim ini, terdapat suatu pernyataan yang muncul berulangkali:
“Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; Pada zaman itu tidak ada
raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut
pandangannya sendiri.” (Hak 21,25; bdk. Juga 17,6; 18,1; 19,1). Tampaknya
refren ini mau menunjukkan bahwa tanpa adanya raja, Israel akan mengalami
kekacauan. Sebuah pemerintahan teokrasi langsung – Allah menjadi raja – rasanya
hanya akan menimbulkan banyak kesulitan. Memang sulit dibayangkan bagaimana
sebuah teokrasi absolut bisa terjadi. Yang Ilahi rasanya jelas tidak bisa
menjalankan fungsi kepemimpinan secara langsung. Salah satu kemungkinan
pemerintah berdasarkan sesuatu yang diklim sebagai Firman Ilahi, di mana Yang
Ilahi diyakini menyampaikan kehendak-Nya via tulisan. Tetapi ini pun kita tahu
akan menimbulkan persoalan yang berkaitan dengan penafsiran. Kitab Hakim-hakim
sudah mengisyaratkan hal ini. Seperti dikatakan pada Hak 21,25 di atas,
persoalannya adalah bahwa “setiap orang berbuat apa yang benar menurut
pandangannya sendiri.”
Situasi seperti
ini tampaknya mengantar bangsa Israel kepada perlunya kerajaan di Israel.
Tetapi sebelum itu, kita mempunyai Kitab
Rut yang setting-nya adalah pada
zaman hakim-hakim. “Pada zaman para hakim memerintah…” (Rut 1,1) demikian
tulisan sepanjang 4 bab ini dibuka. Boleh dikata Kitab Rut sebenarnya adalah
salah satu close up dari periode
Hakim-hakim yang nuansanya berbeda. Tidak seperti kitab Hakim-hakim yang
diwarnai oleh kekerasan dan perang; kitab Rut justru menggambarkan suatu
situasi yang tenang dan damai, tanpa gejolak. Tidak ada kekerasan sedikit pun
di sana. Kitab ini menggambarkan tokoh Rut yang kemudian menjadi nenek moyang
raja Daud sebagaimana tampak dalam silsilah Daud yang terdapat dalam bagian
akhir kitab Rut, Rut 4,18-22. Nanti di dalam Perjanjian Baru, nama Rut muncul
lagi dalam silsilah Tuhan Yesus (Mat 1,5).
Kisah Israel
sebagai bangsa dilanjutkan lagi dalam Kitab
Samuel. Tahap baru kehidupan bangsa Israel dimulai dalam 1Sam 8 ketika kepada Samuel, hakim
terakhir, bangsa Israel meminta, “Angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti
pada segala bangsa-bangsa lain” (1Sam 8,5). Menarik memperhatikan bahwa bangsa
Israel yang berbeda dengan bangsa-bangsa
lain karena dipilih menjadi bangsa milik YHWH sendiri kini justru meminta agar
“sama seperti segala bangsa-bangsa” (1Sam 8,20). Dengan kata lain, meminta raja
yang memerintah atas mereka, sebenarnya menolak YHWH yang sudah menjadi raja
atas mereka sejak di Gunung Sinai. Meskipun ada perdebatan sengit, akhirnya
Israel mendapatkan seorang raja. Saul menjadi raja Israel yang pertama (1Sam 9-10). Ternyata Saul dianggap
bermasalah. Oleh karena itu, YHWH menunjuk seorang lain lagi untuk menjadi raja
Israel menggantikan Saul, yaitu Daud (1Sam
16). Meskipun Saul praktis sudah ditolak YHWH sebagai raja dan Daud sudah
diurapi menjadi raja Israel, tetapi tidak begitu saja Daud menduduki takhta
kerajaan. Masih ada waktu di mana Daud bersama-sama dengan Saul dan anaknya
Yonathan. Hubungan mereka khas: Saul membenci Daud dan ingin membunuh Daud;
sementara Yonathan anak Saul merupakan sahabat karib Daud. Baru setelah Saul
tewas dalam perang melawan orang Filistin (1Sam 31-2Sam 1) terbukalah jalan
Daud ke takhta Israel (2Sam 2).
Seluruh kitab 2Samuel praktis
berbicara tentang Daud dan persoalan-persoalan yang menimpa keluarganya. Kita
bisa menemukan di dalamnya kisah Daud dan Batsyeba yang terkenal itu (2Sam 11). Salah satu teks terpenting di
sini rasanya adalah 2Sam 7,1-17 yang
berisi janji YHWH mengenai keluarga dan Kerajaan Daud. “Keluarga dan kerajaanmu
akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk
selama-lamanya” (2Sam 7,16). Janji seperti inilah yang menumbuhkan pengharapan
di Israel, juga sampai dengan zaman Yesus. Kalau dalam Perjanjian Baru,
dinantikan kehadiran seorang mesias keturunan Daud yang akan memulihkan
kerajaan Israel (bdk. Kis 1,6) maka yang menjadi dasar adalah teks ini.
Setelah Daud, raja Israel ketiga yang tampil adalah Salomo. Kisahnya
terdapat dalam 1Raj 1-11. Menarik
memperhatikan bagaimana akhirnya Salomo bisa naik takhta meskipun dia bukan
anak sulung Daud (1Raj 1). Juga bisa diperhatikan bagaimana tindakan Salomo
untuk menyingkirkan lawan-lawan politisnya (1Raj 2). Salomo adalah raja yang
akhirnya mendirikan Bait Suci Yerusalem (1Raj 9). Satu hal yang terkenal dari
diri Salomo adalah bahwa ia mempunyai “tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan
dan tiga ratus gundik” (1Raj 11,3). Salomo memang raja yang bijaksana, tetapi dia
bukan ahli perang seperti Daud. Oleh karena itu, isterinya yang banyak ini
tampaknya mesti dipahami sebagai usaha diplomatis Salomo dalam mempertahankan
kerajaan Daud yang luas itu. Dalam 1Raj 11,1 dikatakan bahwa istri Salomo adalah “perempuan-perempuan
Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het.” Negara-negara itu adalah negara tetangga di
sekeliling Israel.
Secara politik, strategi Salomo mungkin berhasil, tetapi ada penilaian
bahwa “isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN” (11,3). Hal ini
membuat YHWH murka dan kemudian menghukum Salomo,
"Oleh karena begitu
kelakuanmu, yakni engkau tidak berpegang pada perjanjian dan segala
ketetapan-Ku yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka sesungguhnya Aku akan
mengoyakkan kerajaan itu dari padamu dan akan memberikannya kepada hambamu.
Hanya, pada waktu hidupmu ini Aku belum mau melakukannya oleh karena Daud,
ayahmu; dari tangan anakmulah Aku akan mengoyakkannya. Namun demikian, kerajaan
itu tidak seluruhnya akan Kukoyakkan dari padanya, satu suku akan Kuberikan
kepada anakmu oleh karena hamba-Ku Daud dan oleh karena Yerusalem yang telah
Kupilih" (1Raj 11,11-13).
Demikianlah, setelah Salomo Kerajaan Israel akhirnya raya pecah
menjadi dua. Kerajaan Utara atau kerajaan Israel dikuasai oleh sepuluh suku
Israel, sementara Kerajaan Selatan atau kerajaan Yehuda dikuasai oleh dua suku,
yaitu suku Yehuda yang adalah suku Daud dan suku Benyamin.
Kisah
tentang kedua kerajaan itu diceritakan dalam Kitab 1Raj 12 – 2Raj. Dalam kitab ini kedua kerajaan, Israel dan
Yehuda, diceritakan satu sesudah yang lain menurut pola yang kurang lebih
seragam. Yang menarik adalah bahwa pada presentasi setiap raja, selalu ada
penilaian dari sudut pandang religius, “Ia melakukan apa yang jahat/benar di mata TUHAN.” Yang juga khas dalam
kitab 1-2Raja-raja adalah kisah tentang Nabi Elia dan Elisa. Nabi Elia
dikisahkan dalam 1Raj 17-19.21 dan 2Raj 1-2; sementara Nabi Elisa diceritakan
dalam 2Raj 2,19-25; 4,1-8,15. Nabi Elia tampil pada zaman pemerintahan Raja
Ahab di Kerajaan Utara sebagai sebagai pembela YHWH melawan empat ratus lima
puluh nabi-nabi Baal (1Raj 18).
Kitab 1-2Raj menjadi saksi hancurnya kedua kerajaan ini. Kerajaan Utara
atau Israel diserbu oleh Asyur dan jatuh pada tahun 722 sM. Penduduknya
dibuang, dan digantikan oleh penduduk dari Babel dan tempat-tempat lainnya
(1Raj 17,4). Mereka yang dibuang tidak pernah kembali lagi. Sementara itu,
Kerajaan Selatan atau Kerajaan Yehuda mengalami nasib yang sama di tangan raja
Babel, Nebukadnezar dengan dua kali serbuan. Yang pertama terjadi pada tahun 597 sM ketika
Yoyakhin menjadi raja. Kelompok elite dari penduduk Kerajaan Yehuda – termasuk
raja Yoyakhin - ini dibawa ke Babel. Raja Babel mengangkat paman Yoyakhin yang
bernama Matanya, tetapi kemudian mengganti namanya menjadi Zedekia, untuk
menjadi raja (boneka) di Yehuda (2Raj 24,17). Sepuluh tahun kemudian Zedekia
justru memberontak terhadap Babel. Akibatnya raja Babel bergerak ke barat untuk
menumpas para pemberontak ini. Akhirnya pada tahun 587, Kerajaan Yehuda jatuh.
Penduduknya diangkut ke Babel. Inilah yang biasa disebut Pembuangan Babilonia
tahun 587 sM. Berbeda dengan penduduk Kerajaan Utara yang dibuang dan tidak
pernah kembali; orang-orang Yehuda yang dibuang ke Babilonia pada waktunya akan
kembali lagi ke Tanah Kanaan.
Bagian akhir kita 2Raja-raja (25,27-30) menyampaikan sebuah informasi
menarik. Peristiwanya terjadi pada tahun 562 ketika Nebukadnezar meninggal dan
digantikan oleh Ewil-Marodach. Raja baru ini mengambil sebuah alur politik yang
berbeda dengan “menunjukkan belas kasihannya” kepada Yoyakhin, raja Yehuda,
yang ikut dibuang. Sulit untuk menafsirkan apakah perubahan sikap ini menunjuk
pada pengharapan bagi orang buangan atau hanya sekedar menyampaikan fakta.
Selain kitab 1-2Samuel dan 1-2Raja-raja, masih ada satu
tulisan lagi yang juga menceritakan periode yang sama, yaitu Kitab 1-2Tawarikh. Tampaknya
1-2Tawarikh disusun dengan menggunakan 1-2Samuel dan 1-2Raja sebagai bahan
dasarnya. Pada dasarnya 1-2Tawarikh mengikuti apa yang terdapat dalam 1-2Sam
dan 1-2Raj. Hanya saja, perspektif yang dipakai adalah perspektif khas kitab
ini. Bagi penulis, Daud adalah raja yang sempurna dan kerajaannya adalah
satu-satunya kerajaan yang sah. Dengan sudut pandang seperti ini, kita bisa
melihat bagaimana pengarang mengolah bahan-bahannya. Karena Daud adalah raja
ideal, maka segala hal buruk tentang Daud yang terdapat dalam kitab 2Samuel
tidak dimasukkan dalam 1-2Tawarikh. Karena satu-satunya kerajaan yang sah
adalah Kerajaan Daud, yaitu kerajaan Yehuda, maka di dalam kitab 1-2Tawarikh,
kerajaan Utara atau Israel tidak diceritakan sama sekali.
Pada bagian akhir kitab 2Tawarikh kita temukan catatan
tentang Raja Koresh yang mengizinkan orang buangan pulang ke negerinya (2Taw
36,22-23). Teks ini amat mirip dengan bagian awal kitab Ezra (Ezr 1,1-4).
Menurut data sejarah, setelah menaklukan Babilonia pada tahun 539 sM, Koresh
raja Persia memberikan kesempatan bagi orang buangan untuk pulang ke negerinya.
Yehuda termasuk di dalamnya. Demikianlah, setelah periode pembuangan sekitar 40
tahun, bangsa Israel – mereka mengklim diri sebagai penerus bangsa terpilih –
pulang dan memulai kehidupannya di tanah air mereka. Dalam perjalanan waktu –
sekitar pertengahan abad 5 sM -, dua tokoh pembaharu ikut pulang juga ke
Yehuda. Mereka adalah Ezra dan Nehemia. Keduanya dengan cara dan kekhasan
masing-masing berusaha membangun kembali Yehuda. Ezra yang adalah seorang Ahli Taurat membarui
bangsa dalam bidang religius; sementara Nehemia membangun masyarakat serta kota
Yerusalem, antara lain dengan membangun tembok (Neh 6). Kisah tentang tindakan
mereka tersimpan dalam kitab yang menggunakan namanya, yaitu Kitab Ezra dan Nehemia.
Dipandang dari sudut pandang sejarah Israel sebagai
bangsa, sebenarnya kisah bangsa Israel selesai dengan kitab Ezra dan Nehemia ini.
Sekitar dua abad tidak ada cerita tentang bangsa terpilih ini. Kisah alkitabiah
tentang sejarah bangsa Israel muncul kembali dalam kitab 1-2Makabe yang menceritakan Palestina sekitar abad kedua
menjelang abad masehi. Meskipun diberi judul 1-2 Makabe, sebenarnya keduanya mengisahkan
periode yang sama, yaitu periode abad 2 sM. Setelah periode Makabe selesai,
fajar Perjanjian Baru mulai menyingsing.
Mungkin patut disebut di sini – meskipun agak di luar konteks - Kitab
Daniel. Menurut para ahli, kitab Daniel khususnya Dan 7-12 sebenarnya
menggambarkan situasi historis di abad 4-2 sM. Akan tetapi Kitab Daniel tidak
mengisahkannya dalam bentuk narasi melainkan dalam bentuk sastra apokaliptik
yang penuh dengan simbol.
dilanjutkan Pertemuan BISA bulan Juni 2016
0 Komentar