Romo G. Kriswanta Sang Penjaga

Makan Malam Bersama Umat St. Lucia dan Rm Kris

Agenda Kecil itu sudah sesak penuh. Cermat kami harus menelusurinya, baris demi baris, mencari ruang yang masih kosong, yang belum berisi rentetan kegiatan.  Memburu waktu yang hampir  tak ada. Sangat mendadak bagi kami,  ketika Romo Kris mengumumkan rencana keberangkatan menjalani cuti sabaticalnya  ke Philippines,meninggalkan kami. Tersisa hitungan hari.

Empat tahun dalam penggembalaan Romo Kris, tak teringat lagi, entah apa yang sudah terjadi selama itu. Namun yang pasti, perjalanan kehidupan iman kami tidak selalu terang dan mulus. Sering jatuh bahkan tersungkur, sekali dan berulang kali. Mengulang dan mengulang lagi kesalahan yang sudah. Tapi tongkat gembala kami selalu ada untuk menopang tubuh tersungkur, sekali dan berulang kali. Membantu kami berdiri, tegak lagi dan berjalan kembali. Andai saja ada keluh tentu akan terucap kata lelah dan penat, atau mungkin bosan, tapi telinga kami tak pernah mendengarnya. Mata kami selalu menatap sebuah tongkat yang kuat kokoh di genggaman tangan, yang siap menjaga, menopang, mengangkat, bilamana kami terjatuh.

Di ujung hari, di sela kepadatan beban tugas, Romo menyempatkan diri menerima kami di joglo gereja, untuk sejenak berbincang membagi bekal bagi langkah kami menjalani kehidupan iman, memahat memori sebuah kenangan untuk kami bisa buka kembali di masa datang.
Banyak kata terucap terasa berat hati untuk melepas. Satu persatu umat  berkesan pada Romo yang selalu menjaga norma dan ajaran gereja, selalu konsisten dalam bertindak, bersedia mendengarkan semua masukan. Romo mengajar banyak hal seperti: “bila kau ingin berperahu belajarlah dahulu untuk mencintai  lautan” dan Romo berhasil membuat umat aktif dengan terlebih dahulu mencintai gereja. Romo pun mengembalikan Nandan sebagaimana awal mula Nandan dahulu yaitu dengan adanya misa di Bruderan. Dan ketahanan Romo yang sendirian dalam mengemban tugas di paroki Nandan sungguh luar biasa.

Menanggapi berbagai pujian  yang terlontar, Romo mengingatkan umat agar tidak keliru, siapa sesungguhnya yang harus kita elu-elukan. Mengutip Injil tentang Yesus yang memasuki Yerusalem dengan menaiki keledai  “……dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikutinya dari belakang berseru mengelu-elukanNya. Mereka mengambil daun-daun palma dan pergi menyongsong dia…..”. “Saya adalah keledai yang ditunggangi Tuhan Yesus, mengantar Tuhan Yesus supaya Tuhan Yesus hidup dalam hati umat, dalam hati kita” begitu kata Romo Kris.

Galeri foto klik disini

Romo lebih suka belajar bersama, tidak mendikte, agar umat mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, tidak tergantung pada Romo. Romo pun tidak akan mampu menjawab semua permasalahan, tidak mungkin memuaskan semua pihak.

Dalam menggembalakan umat, Romo mengambil analogi prosedur keselamatan penumpang pesawat yang selalu disampaikan pramugari sebelum pesawat take off “……bagi penumpang  yang membawa anak-anak, dianjurkan untuk mengenakan masker terlebih dahulu, setelah itu barulah kenakan masker pada anak anda…” Itulah yang kita kenal dari Romo Kris yang selalu  menanamkan pada diri kita bahwa sebelum kita menolong anak-anak kita atau orang lain terlebih dulu harus menolong diri sendiri, membangun diri dengan membangun spiritualitas keimanan, menyerahkan sepenuhnya agar Allah sendiri yang menguasai diri kita, pikiran, perkataan dan perbuatan.  



Sugeng tindak Romo, selamat menjalani masa cuti……….

Yenny Patnasari, 4 Agustus 2016

Posting Komentar

0 Komentar