Merayakan Natal di Gereja Nandan 35 Tahun yang Lalu

 

“Ketika semua umat di dalam gereja hening, tepat pukul sepuluh malam, Romo Mangun (YB Manguwijaya) memasuki gereja, ”kata Pak Wintolo, ketua Panitia Pembangunan Gereja memulai cerita. Pada saat di mimbar, Romo Mangun berkata: “Kita harus bersyukur, kita bisa merayakan Misa Natal di gedung gereja kita sendiri.”

        Malam itu, 24 Desember 1988, semua umat yang hadir meneteskan air mata bahagia. Bagaimana tidak, atap gereja baru saja selesai terpasang, tiang yang kokoh masih bentuk cor beton polos belum di cat, plafon, tembok, pintu, dan jendela belum ada. Lantainya pun masih berupa tanah.

          Sekitar dua ratusan umat yang hadir diajak mengingat kembali bagaimana Tuhan menemani mereka. Mereka berjerih payah menggali lobang fondasi tiang utama, bagaimana beratnya ngusung tanah, pasir, batu, bambu, genteng, dan lain-lain, seolah semua kelelahan, rasa capai, dan pegal linu malam itu terbayar sudah.

Kepada bayi Yesus, Pak Wintolo bergumam: ”Yesus bayi mungil, saat ini Engkau benar-benar lahir di kandang, sebentar lagi Engkau akan lahir di hati anak-anak-Mu yang bersih, tulus, rukun, siap kerja keras, dan saling menyayangi.”

Di hati Ketua Panitia pembangunan, hal ini masih terbayang bagaimana umat masih harus menyelesaikan tembok dan jendela, pintu-pintu, lantai, kursi duduk yang pantas untuk rumah Tuhan. Dan masih banyak lagi. Namun pak Wintolo percaya bahwa sahabatnya, Pak Ponijo, Mbak Shinta dan lima teman mahasiswa, panitia, umat stasi, komunitas CSsR, Bruder Karitas, Suster ADM, dan para donatur siap melanjutkan memeras keringat lagi menyelesaikan rumah Tuhan. Sesanti: ’Aja gelo yen ora melu kemringet” menyemangati umat stasi dalam guyup rukun membangun gereja.

Itulah sepenggal kisah kenangan Bapak Wintolo, ketua Panitia Pembangunan Gereja Nandan yang diceritakan di rumah beliau pada Kamis sore, 21 Desember 2023.

(Yanu)

(Tunggu penggalan kisah-kisah tokoh Gereja Nandan berikutnya)





Galeri foto : klik di sini

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Mungkin lebih menarik bila gereja tetap tampil sederhana, pengumpulan dana dipakai untuk pemberdayaan umat saja (iman dan ekonomi). Misalnya dibuat klinik gratis yg buka saat puskesmas tutup, gerakan kategorial terstruktur masif untuk seluruh umat tentang memahami kitab suci

    BalasHapus